Pages

Minggu, 11 November 2012

Pengenalan Bioteknologi Sederhana

    Bioteknologi sudah ditemukan sejak ratusan tahun lalu, khususnya yang terkait dengan pembuatan makanan dan minuman yaitu dalam pembuatan bir, roti, dan keju. Belakangan ini, temuan di bidang bioteknologi banyak terkait dengan bidang kesehatan seperti penyembuhan penyakit-penyakit genetic mapun kronis, misalnya kanker atau AIDS, bidang pertanian seperti pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas baru di bidang pertanian, serta pemulihan dan reproduksi hewan, pangan, dan lingkungan.
    Bioteknologi berasal dari kat bios (yang berarti hidup) dan teknologi (yang berarti ilmu yang mempelajari teknik/cara untuk menghasilkan priduk tertentu). Sehingga bioteknologi dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungsi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup(enzim, alcohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa.

A.    PEMANFAATAN MIKROORGANISME DALAM PEMBUATAN MAKANAN
Fermentasi telah menjadi prinsip utama dalam pembuatan makanan dan  minuman yang kemudian dikenal sebagai produk bioteknologi tradisional. Berikut contoh makanan dan minuman yang dihasilkan dari fermentasi ini, adalah sebagai berikut :
1.    Kecap
Kecap dibuat dengan memfermentasikan campuran kedelai dan padi-padian (biasanya gandum) ditambah garam dengan menggunakan organisme (jamur) Apergillus oryza atau A.
2.    Tempe
Tempe dibuat dengan cara memfermentasikan kedelai yang telah dikupas kulitnya dengan jamur Rhizopus oryzae atau R.
3.    Oncom
Oncom dibuat dengan cara memfermentasikan bungkil kacang dengan jamur Neurospora  atau Rhizopus. Oncom berwarna merah merupakan hasil fermentasi dari jamur  Neurospora  sedangkan yang berwarna putih dari jamur Rhizopus.
4.    Tape
Tape dibuat dengan cara memfermentasikan singkong atau beras ketan dengan jamur A. Oryzae atau Mucor Javanicus.
5.    Minuman Anggur
Minuman anggur dibuat dengan cara memanfaatkan sari buah anggur dengan Saccharomyces, Klockera apiculata, Metschnikowia Pulcherrima, atau Torulopsis Stellata.   

B.    PENGELOLA SAMPAH

Sampah adalah sisa bahan yang dapat berupa bahan organik dan anorganik yang sudah tidak terpakai dalam kegiatan sehari-hari. Sampah organic dapat menjadi kompos yang bermanfaat untuk kehidupan tanaman. Sampah anorganik dapat juga memiliki nilai ekonomis dan kebermanfaatan dalam kehidupan yang cukup tinggi bila dikelola dengan baik.              
Sampah perlu dikelola untuk diubah menjadi materi atau bahan yang memiliki nilai ekonomis atau menjadi bahan atau materi yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup. Pengelolaan sampah dilakukan tergantung dari jenis sampah itu sendiri. Adapun macam pengelolaan sampah yaitu :
1.    Daur Ulang
Daur ulang atau recycling adalah salah satu teknik pengelolaan sampah padat. Adapun kegiatannya dan meliputi pemilihan, pengumpulan, pemrosesan, pembuatan produk baru bekas pakai dan pendistribusian. Pemilihan sampah atas jenisnya seharusnya dilakukan di tingkat rumah tangga atau perorangan. Di Indonesia, para pemulung sampah dianggap sebagai “pahlawan” sampah, karena mereka itulah yang berperan dalam pemilihan sampah untuk didaur ulang.
Pengelompokan sampah berdasarkan bahan yang dapat didaur ulang adalah sebagai berikut :
     Botol-botol bekas yang terbuat dari gelas atau kaca yang tebal
     Kertas yang sudah tidak terpakai seperti Koran, kalender, majalah bekas.
     Logam bekas seperti pagar besi yang sudah tidak terpakai, kaleng bekas dll.
     Plastik bekas wadah air mineral, jerigen, dll.
     Serutan kayu.
Bahan-bahan tersebut dapat diolah menjadi materi baru, seperti tas dari kertas, tas dari plastic, vas bunga, hiasan rumah, papan dan bunga dari serutan kayu, dll.
2.    Pengomposan

Pengomposan adalah proses di mana bahan organic mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Kompos adalah bahan-bahan  organic (sampah organic) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi mikroorganisme (bakteri Pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan baku kompas dapat berupa sampah rumah tangga, sampah pertania, sampah pasar, dan juga kotoran ternak.

a.    Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan
Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan adalah dari kelompok bakteri dan jamur. Bakteri berperan pada tahap awal pengomposan sedangkan jamur bekerja pada tahap akhir. Bakteri mengurai bahan organik dengan mengeluarkan ekstret dan mengonsumsi bahan yang telah terurai tersebut. Sedangan jamur memiliki hifa yang dapat masuk ke dalam bahan organic seperti lignin dan selulosa, dan menguranginya secara kimiawi maupun fisik. Secara fisik, hifa  jamur menghancurkan bahan organic menjadi bahan kecil dan menjadi lapuk.
b.    Proses pengomposan
Adalah proses perubahan yang terjadi dari bahan organik menjadi humus yang siap pakai sebagai pupuk bagi tanaman. Secara alami, proses pengomposan berlangsung lama dan lambat. Secara buatan, kita dapat mengatur dan mengontrol proses pengomposan lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, member air yang cukup, mengatur areasi, dan menambah activator pengomposan.
Pengomposan dapat terjadi secara aerobic (menggunakan oksigen) atau aneorobik (tidak ada oksigen). Proses pengomposan secara sederhana terdiri atas dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen  akan menguraikan bahan organic menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, suhu berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume hingga 30-40% dari volume/bobot awal bahan.
c.    Tahapan pengomposan
1.    Pemilihan sampah
Tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan bahan berbahaya). Pemilihan harus dilakukan dengan teliti karena menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang harus dihasilkan.
2.    Pengecil Ukuran
Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos.
3.    Penyusunan tumpukan
a.    Bahan organik yang telah melewati tahap pemilihan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan
b.    Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
c.    Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bamboo (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4.    Pembalikan
Dilakukan untuk membuang sampah yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5.    Penyiraman
a.    Pembalikan dilakukan terhadap  bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 15%)
b.    Secara manual perlu tindakannya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
c.    Apabila saat digengaam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahakan dengan air, sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6.    Pematangan
a.    Setelah pengomposan berjalan 30-40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
b.    Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna cokelat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7.    Penyaringan
a.    Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilihan di awal proses.
b.    Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
8.    Pengemasan dan Penyimpanan
a.    Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai degan kebutuhan pemasaran
b.    Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan tlingdung dari kemungkinan tumbuhan hamur dan tercemai oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin. Kompos yang baik adalah yang memiliki criteria sebagai berikut :
  •   Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah.
  •   Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi.
  •   Nisbah C/N sebesar 10-20, tergantung dari bahan baku dan derajat unifikasinya.
  •   Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah.
  •   Suhunya kurang kebih sama dengan suhu lingkungan, dan tidak berbau.
d.     Manfaat kompos
        Menurut Isroi (2008) manfaat kompos dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu :
1.    Aspek Ekonomi :
a.    Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah;
b.    Mengurangi volume/ukuran limbah;
c.    Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari bahan asalnya
2.    Aspek Lingkungan :
a.    Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah;
b.    Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.
3.    Aspek bagi tanah/tanaman :
a.    Meningkatkan kesuburan tanah;
b.    Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah;
c.    Meningkatkan kapasitas serap air tanah;
d.    Meningkatkan aktivitas mikroba tanah;
e.    Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen);
f.    Menyediakan hormone dan vitamin bagi tanaman;
g.    Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman;
h.    Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.

C.    MANFAAT SAMPAH
Sampah perlu dikelola karena memiliki manfaat sebagai berikut :
1.    Penghematan SDA
Pengelolaan sampah melalui proses daur ulang dapat menghemat penggunaan SDA. Sebagai contoh pemanfaat serutan kayu menjadi bahan baku pembuatan papan, meja, lemari, kursi atau pun bunga hias dalam jumlah besar dapat mengurangi penebangan hutan.
2.    Penghematan Energi
Sampah-sampah organik  seperti kotoran ternak, ampas tebu, dan lain-lain dapat digunakan untuk menghasilkan biogas. Biogas merupakan energy alternatif yang potensial dikembangkan di Indonesia. Dengan digalakkannya bentuk pemanfaatan energy gas dari limbah peternakan ini menyebabkan penghematan penggunaan energi lain.
3.    Penghematan Lahan Tempat Pembuangan Sampah (TPS)
Pemilihan sampah sehingga menjadi bahan baku daur ulang dapat mengurangi lahan pembungan sampah karena jumlah sampah yang dikomposkan secara alamiah atau pun diuruk dapat ditekan hingga menjadi jumlah minimal yang secara tidak langsung dapat mengurangi kebutuhan lahan tempat pembungan sampah.
4.    Lingkungan Asri (Bersih, Sehat, dan  Nyaman)
Pengelolaan sampah yang baik dapat menciptakan lingkungan yang asri bersih, sehat, dan nyaman. Dengan pengelolaan sampah yang baik di mana sampah-sampah tersebut dipilih berdasarkan kebutuhan daur ulang, pemandangan yang tidak indah dan situasi yang tidak sehat dapat dipulihkan.

D.    BENCANA YANG DITIMBULKAN SAMPAH

Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan bencana, seperti berikut :
1.    Longsor Tumpukan Sampah
Tumpukan sampah yang menggunung mengundang peristiwa longsor.
2.    Sumber Penyakit
Tumpukan sampah organic biasanya menggundang lalat sehingga menimbulkan berbagai oenyakit diare. Selain itu keberadaan sampah berupa botol-botol atau wadah plastik yang tebuka dan digenangi air dapat mengundang jentik-jentik nyamuk hidup di dalamnya sehingga menimbulkan penyakit demam berdarah atau pun malaria.
3.    Pencemaran Lingkungan
Sampah plastik yang memiliki sifat tidak dapat dibiodegradasi menyebabkan pencemaran pada tanah. Sementara bauk busuk yang ditimbulkan dari sampah dapat menyebabkan udara tidak sehat dan pencemaran udara.
4.    Bencana Banjir
Sampah yang dikelola dengan baik oleh masyarakat menyebabkan saluran air tersumbat dan berdampak akibat pada banjir.

Minggu, 04 November 2012

Dilema Menjadi Guru, antara Profesi atau Panggilan Nurani


Di dalam dunia pendidikan tak pernah terlepas dari sosok yang bernama guru. Orang Jawa menyebut bahwa guru berasal dari kata ‘digugu lan ditiru’, artinya bahwa seorang guru harus bisa dipercaya dan ditiru setiap hal yang positif, baik dari segi keilmuan yang dikuasainya hingga sikap dan etikanya setiap di sekolah. Mengajar, mendidik, membimbing, melatih, mengarahkan, menilai setiap anak didiknya ialah tugas seorang guru. Namun, tak jarang guru di jaman sekarang hanya dijadikan sebagai jenis profesi, jenis pekerjaan yang menjadi perantara memperoleh uang sehingga fungsi dan peranan guru yang mulia kini telah mulai terabaikan. Apa yang akan terjadi bila para pendidik tunas bangsa hanya menjadikan guru sebagai alat pencari penghidupan, bukan sebagai media untuk berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup? Masa depan bangsa tergantung pada anak–anak masa sekarang. Jika anak–anak dididik dengan baik maka masa depan bangsa akan menjadi baik pula. Anak-anak akan mampu membawa bangsa ini menjadi maju dan berkembang.
Faktanya banyak faktor yang membuat seseorang mau menjadi guru.Ada yang menjadikan guru sebagai profesi, namun banyak juga yang menjadi guru karena panggilan nurani. Seseorang yang benar-benar ingin memberikan ilmunya kepada anak didiknya sebagai calon penerus bangsa secara tulus. Sering terjadi di sekitar kita, seseorang yang sudah bekerja mapan dalam suatu instansi mengajukan permohonan alih tugas fungsional menjadi seorang guru. Pada mulanya banyak yang menentang, namun tak bisa dipungkiri bahwa menjadi guru karena panggilan nurani jauh lebih baik daripada sekedar menjadikan guru sebagai profesi.
Sosok manusia yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa maupun hati nurani bukan karena tuntutan material belaka, itulah profil guru ideal yang sesungguhnya.Menjadi guru berdasarkan tuntutan pekerjaan adalah suatu perbuatan yang mudah, namun menjadi guru berdasarkan panggilan jiwa tidaklah mudah. Guru lebih banyak dituntut sebagai suatu pengabdian kepada anak didik daripada karena tuntutan pekerjaan dan materi.
Oleh karena itu, wajarlah bila dikatakan guru adalah cerminan pribadi yang mulia karena figur guru dengan segala kemuliaannya yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa, bukan karena pekerjaan sampingan. Guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membina anak didik. Dengan keteladanannya, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola. Seluruh kehidupannya adalah figur yang tak lapuk dimakan usia. Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal.
Guru ideal adalah sosok guru yang menyisihkan waktunya demi kepentingan anak didik, membimbing, mendengarkan keluhan, menasihati, membantu kesulitan anak didik dalam segala hal yang bias menghambat aktivitas belajarnya. Guru juga berbicara dan bersenda gurau dengan anak–anak di sekolah. Jadi, bukan hanya duduk di kantor dengan sesama guru, tidak membuat jarak dengan anak didik, dan juga bukan merendahkan harga diri anak didik.
Kemuliaan guru tercermin pada pengabdiannya kepada anak didik baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, juga tercermin dalam kehidupan sehari–hari, bukan hanya sekedar simbol atau semboyan yang terpampang di kantor guru. Pendidikan dilakukan tidak semat –mata dengan perkataan, tetapi diaplikasikan dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan.
Guru tidak pernah memusuhi muridnya meskipun suatu ketika ada anak didiknya yang berbuat kurang sopan. Bahkan, dengan sabar dan bijaksana guru memberikan nasihat cara bertingkah laku yang sopan pada orang lain. Guru seperti itulah yang diharapkan untuk mengabdikan diri di dunia pendidikan bukan guru yang hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam otak anak didik, sementara jiwa dan wataknya tidak dibina.
Di sinilah tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Banyak yang menganggap bahwa untuk menjadi seorang guru hanyalah kompetensi saja yang dibutuhkan. Ternyata lebih dari itu terdapat syarat mutlak dari profesionalisme guru yang dibutuhkan, yaitu panggilan jiwa yang merupakan suatu bentuk keikhlasan untuk mentransfer pengetahuan kepada anak didiknya. Panggilan jiwa ini seharusnya tumbuh karena kesadaran diri untuk memperbaiki kondisi yang kurang maksimal.
Jika menjadi guru merupakan panggilan jiwa maka profesi guru akan dihayati dengan sedemikian rupa, dinikmatidengan segenap semangat pengabdian dan prestasi, serta sanggup mengalahkan godaan-godaan profesi lain yang secara materi lebih menjanjikan. Seorang guru harus bersedia berpikir bagaimana seharusnya system pendidikan dibangun dan dikembangkan. Kalau diperlukan, siap mengabdikan dirinya sebagai guru di daerah terpencil dan mampu berprestasi, baik secara akademis maupun materi.
Menjadi guru sama dengan mengabdiakn segenap jiwa raga dan kemampuan terbaik kita untuk menciptakan generasi masa depan yang jauh lebih bermartabat. Menjadi guru berarti siap menjadi teladan, tidak harus selalu dan tidak semata-mata soal kepintaran belaka melainkan yang terpenting menjalankan tugas sebagai suri teladan yang baik di mata anak didik dan masyarakat.
Masalah kesejahteraan adalah nomor kesekian dari daftar urutan pertimbangan menjadi guru. Jika prestasi sudah ditorehkan, jika program perbaikan moral, dan peningkatan kecerdasaan peserta didik telah diraih, dengan sendirinya kesejahteraan atau imbalan materi menjadi sesuatu yang sangat wajar diberikan. Namun, sekali lagi dalam konteks pengabdian kemanusiaan itu bukanlah target dan tujuan utama.
Di sini perlu dibandingkan bagaimana kriteria guru yang menganggap sebagai profesi dan guru yang karena panggilan jiwanya.

Perbedaan guru sebagai profesi dan panggilan jiwa


1). Guru sebagai profesi
a. Mengajar lebih cenderung menjadikan anak pandai tentang ilmu pengetahuan saja.
b. Hanya berusaha menghabiskan kurikulum atau silabus yang telah ditetapkan tanpa mau tahu apakah anak didik sudah mampu menyerap apa yang diajarkan.
c. Lebih banyak memikirkan honor dibandingkan hasil belajar anak.
d. Biasanya memilih-milih anak didik. Kelas yang anak-anaknya ramai atau lambat dalam menerima materi akan dijauhi.
e. Tidak sabar, apalagi menghadapi anak didik yang lambat.
f. Mengajar menjadi suatu beban.

2). Guru sebagai panggilan nurani
a. Selain mengajarkan ilmu pengetahuan juga membangun dan membina jiwa dan watak anak didik.
b. Berusaha menghabiskan kurikulum yang ada namun tetap memperhatikan kemampuan daya serap anak didik.
c. Honor menjadi urusan kesekian yang terpenting ialah prestasi anak baik.
d. Menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siapa saja dan di mana saja. Tidak peduli dengan bagaimana keadaan kelas dan anaknya karena sudah menjadi tugas guru untuk mengubah anak didik menjadi lebih baik.
e. Akan sabar mengajar anak didik sampai anak didik benar-benar bisa.
f. Mengajar menjadi suatu kesenangan bukan sebagai beban.

Demikian seharusnya, menjadi guru merupakan panggilan nurani yang dipilih secara sadar. Menjadi guru harusnya merupakan cerminan idealisme kita dan keberpihakkan kita terhadap kemanusiaan. Menjadi guru berarti mengabdikan segenap jiwa raga dan kemampuan terbaik kita untuk menciptakan generasi Indonesia yang lebih baik. (yan/med)